CERITA MOTIVAS PENUH HIKMAH
1. Berikut kumpulan motivasi dan artikel yan berkaitan dengan motivasi dapat menginspiras diri maupu penyemangat diri.
Inti Semua Kebijaksanaan Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja itu, yang pada saat itu tela mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada
mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.” Setelah sepuluh tahun bekerja,para mahaguru itu berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia
dalam seratus jilid. “Itu masih terlalu banyak,” kata sang raja. “Saya
telah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua
kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah. Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi dan
memeras semua kebijaksanaan di dunia ini ke dalam
hanya satu buku. Tapi pada waktu itu raja berbaring di tempat tidur
kematiannya. Maka pemimpin kelompok mahaguru itu memeras
lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan itu ke dalam
hanya satu pernyataan, “Manusia hidup, lalu
menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang
tetap bertahan adalah cinta.”
2. Janganlah Memaksa
Seorang kakek sedang berjalan-jalan sambil
menggandeng cucunya di jalan pinggiran pedesaan.
Mereka menemukan seekor kura-kura. Anak itu
mengambilnya dan mengamat-amatinya. Kura-kura
itu segera menarik kakinya dan kepalanya masuk di
bawah tempurungnya. Si anak mencoba membukanya secara paksa. “Cara demikian tidak pernah akan berhasil, nak!”
kata kakek, “Saya akan mencoba mengajarimu.” Mereka pulang. Sang Kakek meletakkan kura-kura di
dekat perapian. Beberapa menit kemudian, kura-
kura itu mengeluarkan kakinya dan kepalanya
sedikit demi sedikit. Ia mulai merangkak bergerak
mendekati si anak. “Janganlah mencoba memaksa melakukan segala
seuatu, nak!” nasihat kakek, “Berilah kehangatan
dan keramahan, ia akan menanggapinya.”
3. Melawan Diri Sendiri
Kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas
orang lain. Namun, kemenangan atas diri sendiri.
Berpacu di jalur keberhasilan diri adalah
pertandingan untuk mengalahkan rasa ketakutan,
keengganan, keangkuhan, dan semua beban yang
menambat diri di tempat start. Jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tak berguna. Motivasi tak semestinya lahir dari
rasa iri, dengki atau dendam. Keberhasilan sejati
memberikan kebahagiaan yang sejati, yang tak
mungkin diraih lewat niat yang ternoda. Pelari yang berlari untuk mengalahkan pelari yang
lain, akan tertinggal karena sibuk mengintip laju
lawan-lawannya. Pelari yang berlari untuk
memecahkan recordnya sendiri tak peduli apakah
pelari lain akan menyusulnya atau tidak. Tak peduli
dimana dan siapa lawan-lawannya. Ia mencurahkan seluruh perhatian demi perbaikan catatannya sendiri. Ia bertading dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya, ia tak perlu bermain curang.
Keinginan untuk mengalahkan orang lain adalah
awal dari kekalahan diri sendiri.
4. Kepercayaan Diri
Banyak orang pandai menyarankan agar kita
memiliki suatu kepercayaan diri yang kuat.
Pertanyaannya adalah diri yang manakah yang patut
kita percayai? Apakah panca indera kita? Padahal
kejituan panca indera seringkali tak lebih tumpul dari
ujung pena yang patah. Apakah tubuh fisik kita? Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh
memuai seperti lilin terkena panas. Ataukah pikiran
kita? Padahal keunggulan pikiran tak lebih luas dari
setetes air di samudera ilmu. Atau mungkin perasaan
kita? Padahal ketajaman perasaan seringkali tak
mampu menjawab persoalan logika. Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai? Semestinya kita tak memecah-belah diri menjadi
berkeping- keping seperti itu. Diri adalah diri yang
menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita
ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut
dengan integritas. Dan hanya sebuah kekuatan dari
dalam diri yang paling dalam lah yang mampu merengkuh menyatukan anda. Diri itulah yang patutnya anda percayai, karena ia mampu
menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran
dan kehalusan budi anda.
5. Kitalah yang menciptakan masalah
Masalah rumah tangga memang tidak pernah habis
di kupas, baik di media cetak, radio, layar kaca,
maupun di ruang-ruang konsultasi. “Dari soal
pelecehan seksual, selingkuh, istri dimadu, sampai
suami yang tidak memenuhi kebutuhan biologis
istri.” Ujar seorang konsultan spiritual di Jakarta. Kebetulan, teman dekatnya punya masalah.
Ceritanya, seiring dengan pertambahan usia, plus
karir istri yang menanjak, kehidupa perkawinannya
malah mengarah adem. Seperti ada sesuatu yang
tersembunyi. Keakraban dan keceriaan yang dulu
dipunya keluarga ini hilang sudah. Si istri seolah disibukkan urusan kantor. ‘Apa yang harus aku lakukan,” ungkapan pria ini.
Konsultasi spiritual itu menyarankan agar dia
berpuasa tiga hari, dan tiap malam wajib shalat
tahajud dan sujud shalat syukur. “Coba lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan, Insya Allah
masalahanya terang. Setelah itu, kamu ajak omong istrimu di rumah.” Ia menyarankan. Oke. Sebuah saran yang mudah dipenuhi. Tiga hari
kemudian, dia mengontak istrinya. “Bagaimana
kalau malam ini kita makan di restoran,” katanya.
Istriny tidak keberatan. Makanan istimewa pun
dipesan, sebagai penebus kehambaran rumah
tangganya. Benar saja. Di restoran itu, istrinya mengaku terus
terang telah menduakan cintanya. Ia punya teman
laki-laki untuk mencurahkan isi hati. Suaminya kaget.
Mukanya seakan ditampar. Makanan lezat di
depanya tidak di sentuh. Mulutnya seakan terkunci,
tapi hatinya bergemuruh tak sudi menerima pengakuan dosa” itu. Pantas saja dia selalu beralasan capek, malas, atau
tidak bergairah jika disentuh. Pantas saja, suatu
malam istrinya pura-pura tidur sembari mendekap
handphone, padahal alat itu masih menampakkan
sinyal—pertanda habis dipakai berhubungan dengan
seseorang. Itu pula, yang antara lain melahirkan kebohongan demi kebohongan. Tanpa diduga, keterusterangan itu telah mencabik-
cabik hati pria ini. Keterusterangan itu justru
membuahkan sakit hati yang dalam. Atau bahkan,
lebih pahit dari itu. Hti pria ini seakan menuntut,
“Kalau saja aku tidak menuntut nasihatmu, tentu
masalahnya tidak separah ini.” Si konsultan yang dituding, “Ikut menjebloskan dalam duka.” Meng-kick balik. “Bukankah sudah
saya sarankan agar mengajak istrimu ngomong di
rumah, bukan di restoran?” Buat orang awam,
restoran dan rumah sekedar tempat. Tidak lebih.
Tapi, dimata si paranormal, tempat membawa “takdir”tersendiri. Dan itulah yang terjadi. Keterusterangan itu tak bisa
dihapus. Ia telah mencatatkan sejarah tersendiri.
Maka jalan terbaik menyikapinya adalah seperti
dikatakan orang bijak, “Jangan membiasakan diri
melihat kebenaran dari satu sisi saja.” Kayu telah menjadi arang. Kita tidak boleh melarikan diri dari kenyataan, sekalipun pahit. Kepalsuan da kebohongan tadi bisa jadi merupakan bagian dari
perilaku kita jua. “Kita selalu lupa bahwa kita
bertanggung jawab penuh atas diri kita sendiri. Kita
yang menciptakan masalah, kita pula yang harus meyelesaikannya.” Kata orang bijak. Pahit getir, manis asam, asin hambar, itu sebuah
resiko. Memang kiat hidup itu tak lain adalah piawai
dan bijak dalam memprioritaskan pilihan.
6. Kelenturan Sikap
Bila anda menganggap bahwa mengatasi setiap
persoalan butuh kekuatan pendirian, ketangguhan
otot, dan kekerasan kemauan, maka anda separuh
benar. Sebuah batu cadas yang keras hanya bisa segera
dihancurkan dengan mengerahkan segenap daya
kuat. Oleh karenanya, banyak orang melatih diri agar
semakin kuat, semakin tangguh dan semakin tegar. Namun, seringkali kenyataan tak bisa dihadapi
dengan pendirian kuat, atau diatasi dengan
ketangguhan otot, atau dipecahkan dengan kemauan
keras. Ada banyak hal yang tak bisa anda terima,
namun harus anda terima. Maka, senantiasa anda
membutuhkan sebuah kelenturan sikap. Bukanlah kelenturan sikap pertanda kelemahan, melainkan
sebuah kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu
sebagaimana ia ada. Bila anda menganggap bahwa
mengatasi persoalan adalah dengan menerima
persoalan itu, maka anda menemukan separuh
benar yang lain.
1. Berikut kumpulan motivasi dan artikel yan berkaitan dengan motivasi dapat menginspiras diri maupu penyemangat diri.
Inti Semua Kebijaksanaan Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja itu, yang pada saat itu tela mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada
mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.” Setelah sepuluh tahun bekerja,para mahaguru itu berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia
dalam seratus jilid. “Itu masih terlalu banyak,” kata sang raja. “Saya
telah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua
kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah. Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi dan
memeras semua kebijaksanaan di dunia ini ke dalam
hanya satu buku. Tapi pada waktu itu raja berbaring di tempat tidur
kematiannya. Maka pemimpin kelompok mahaguru itu memeras
lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan itu ke dalam
hanya satu pernyataan, “Manusia hidup, lalu
menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang
tetap bertahan adalah cinta.”
2. Janganlah Memaksa
Seorang kakek sedang berjalan-jalan sambil
menggandeng cucunya di jalan pinggiran pedesaan.
Mereka menemukan seekor kura-kura. Anak itu
mengambilnya dan mengamat-amatinya. Kura-kura
itu segera menarik kakinya dan kepalanya masuk di
bawah tempurungnya. Si anak mencoba membukanya secara paksa. “Cara demikian tidak pernah akan berhasil, nak!”
kata kakek, “Saya akan mencoba mengajarimu.” Mereka pulang. Sang Kakek meletakkan kura-kura di
dekat perapian. Beberapa menit kemudian, kura-
kura itu mengeluarkan kakinya dan kepalanya
sedikit demi sedikit. Ia mulai merangkak bergerak
mendekati si anak. “Janganlah mencoba memaksa melakukan segala
seuatu, nak!” nasihat kakek, “Berilah kehangatan
dan keramahan, ia akan menanggapinya.”
3. Melawan Diri Sendiri
Kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas
orang lain. Namun, kemenangan atas diri sendiri.
Berpacu di jalur keberhasilan diri adalah
pertandingan untuk mengalahkan rasa ketakutan,
keengganan, keangkuhan, dan semua beban yang
menambat diri di tempat start. Jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tak berguna. Motivasi tak semestinya lahir dari
rasa iri, dengki atau dendam. Keberhasilan sejati
memberikan kebahagiaan yang sejati, yang tak
mungkin diraih lewat niat yang ternoda. Pelari yang berlari untuk mengalahkan pelari yang
lain, akan tertinggal karena sibuk mengintip laju
lawan-lawannya. Pelari yang berlari untuk
memecahkan recordnya sendiri tak peduli apakah
pelari lain akan menyusulnya atau tidak. Tak peduli
dimana dan siapa lawan-lawannya. Ia mencurahkan seluruh perhatian demi perbaikan catatannya sendiri. Ia bertading dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya, ia tak perlu bermain curang.
Keinginan untuk mengalahkan orang lain adalah
awal dari kekalahan diri sendiri.
4. Kepercayaan Diri
Banyak orang pandai menyarankan agar kita
memiliki suatu kepercayaan diri yang kuat.
Pertanyaannya adalah diri yang manakah yang patut
kita percayai? Apakah panca indera kita? Padahal
kejituan panca indera seringkali tak lebih tumpul dari
ujung pena yang patah. Apakah tubuh fisik kita? Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh
memuai seperti lilin terkena panas. Ataukah pikiran
kita? Padahal keunggulan pikiran tak lebih luas dari
setetes air di samudera ilmu. Atau mungkin perasaan
kita? Padahal ketajaman perasaan seringkali tak
mampu menjawab persoalan logika. Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai? Semestinya kita tak memecah-belah diri menjadi
berkeping- keping seperti itu. Diri adalah diri yang
menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita
ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut
dengan integritas. Dan hanya sebuah kekuatan dari
dalam diri yang paling dalam lah yang mampu merengkuh menyatukan anda. Diri itulah yang patutnya anda percayai, karena ia mampu
menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran
dan kehalusan budi anda.
5. Kitalah yang menciptakan masalah
Masalah rumah tangga memang tidak pernah habis
di kupas, baik di media cetak, radio, layar kaca,
maupun di ruang-ruang konsultasi. “Dari soal
pelecehan seksual, selingkuh, istri dimadu, sampai
suami yang tidak memenuhi kebutuhan biologis
istri.” Ujar seorang konsultan spiritual di Jakarta. Kebetulan, teman dekatnya punya masalah.
Ceritanya, seiring dengan pertambahan usia, plus
karir istri yang menanjak, kehidupa perkawinannya
malah mengarah adem. Seperti ada sesuatu yang
tersembunyi. Keakraban dan keceriaan yang dulu
dipunya keluarga ini hilang sudah. Si istri seolah disibukkan urusan kantor. ‘Apa yang harus aku lakukan,” ungkapan pria ini.
Konsultasi spiritual itu menyarankan agar dia
berpuasa tiga hari, dan tiap malam wajib shalat
tahajud dan sujud shalat syukur. “Coba lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan, Insya Allah
masalahanya terang. Setelah itu, kamu ajak omong istrimu di rumah.” Ia menyarankan. Oke. Sebuah saran yang mudah dipenuhi. Tiga hari
kemudian, dia mengontak istrinya. “Bagaimana
kalau malam ini kita makan di restoran,” katanya.
Istriny tidak keberatan. Makanan istimewa pun
dipesan, sebagai penebus kehambaran rumah
tangganya. Benar saja. Di restoran itu, istrinya mengaku terus
terang telah menduakan cintanya. Ia punya teman
laki-laki untuk mencurahkan isi hati. Suaminya kaget.
Mukanya seakan ditampar. Makanan lezat di
depanya tidak di sentuh. Mulutnya seakan terkunci,
tapi hatinya bergemuruh tak sudi menerima pengakuan dosa” itu. Pantas saja dia selalu beralasan capek, malas, atau
tidak bergairah jika disentuh. Pantas saja, suatu
malam istrinya pura-pura tidur sembari mendekap
handphone, padahal alat itu masih menampakkan
sinyal—pertanda habis dipakai berhubungan dengan
seseorang. Itu pula, yang antara lain melahirkan kebohongan demi kebohongan. Tanpa diduga, keterusterangan itu telah mencabik-
cabik hati pria ini. Keterusterangan itu justru
membuahkan sakit hati yang dalam. Atau bahkan,
lebih pahit dari itu. Hti pria ini seakan menuntut,
“Kalau saja aku tidak menuntut nasihatmu, tentu
masalahnya tidak separah ini.” Si konsultan yang dituding, “Ikut menjebloskan dalam duka.” Meng-kick balik. “Bukankah sudah
saya sarankan agar mengajak istrimu ngomong di
rumah, bukan di restoran?” Buat orang awam,
restoran dan rumah sekedar tempat. Tidak lebih.
Tapi, dimata si paranormal, tempat membawa “takdir”tersendiri. Dan itulah yang terjadi. Keterusterangan itu tak bisa
dihapus. Ia telah mencatatkan sejarah tersendiri.
Maka jalan terbaik menyikapinya adalah seperti
dikatakan orang bijak, “Jangan membiasakan diri
melihat kebenaran dari satu sisi saja.” Kayu telah menjadi arang. Kita tidak boleh melarikan diri dari kenyataan, sekalipun pahit. Kepalsuan da kebohongan tadi bisa jadi merupakan bagian dari
perilaku kita jua. “Kita selalu lupa bahwa kita
bertanggung jawab penuh atas diri kita sendiri. Kita
yang menciptakan masalah, kita pula yang harus meyelesaikannya.” Kata orang bijak. Pahit getir, manis asam, asin hambar, itu sebuah
resiko. Memang kiat hidup itu tak lain adalah piawai
dan bijak dalam memprioritaskan pilihan.
6. Kelenturan Sikap
Bila anda menganggap bahwa mengatasi setiap
persoalan butuh kekuatan pendirian, ketangguhan
otot, dan kekerasan kemauan, maka anda separuh
benar. Sebuah batu cadas yang keras hanya bisa segera
dihancurkan dengan mengerahkan segenap daya
kuat. Oleh karenanya, banyak orang melatih diri agar
semakin kuat, semakin tangguh dan semakin tegar. Namun, seringkali kenyataan tak bisa dihadapi
dengan pendirian kuat, atau diatasi dengan
ketangguhan otot, atau dipecahkan dengan kemauan
keras. Ada banyak hal yang tak bisa anda terima,
namun harus anda terima. Maka, senantiasa anda
membutuhkan sebuah kelenturan sikap. Bukanlah kelenturan sikap pertanda kelemahan, melainkan
sebuah kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu
sebagaimana ia ada. Bila anda menganggap bahwa
mengatasi persoalan adalah dengan menerima
persoalan itu, maka anda menemukan separuh
benar yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar